Pendidikan di Pelosok: Tantangan dan Peluang by Maya Zulfah Yahya
Pendidikan merupakan hak dasar setiap anak yang harus dipenuhi oleh negara tanpa memandang lokasi geografis. Namun, realitas di Indonesia menunjukkan bahwa pendidikan di daerah pelosok masih menghadapi berbagai tantangan yang signifikan. Meskipun demikian, dibalik berbagai kesulitan tersebut, terdapat peluang untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan merata.
Data dari laporan Badan Pusat Statistik tahun 2023, Angka Partisipasi Kasar (APK) di tingkat sekolah dasar di daerah pelosok lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan. Contohnya, APK di Papua hanya sekitar 91%, jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 105%. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari kata merata. Hal ini menjadi landasan yang kuat mengapa saya ingin “mempersulit” diri menjadi relawan pendidikan di pelosok.
Lokasi pengabdian tentu ditempuh dengan medan yang terasa “baru” untuk saya. Namun, terasa mudah karena dilalui bersama kakak-kakak relawan yang lain. Saya merasa salut dengan adik-adik yang mampu melewati lokasi itu dengan mudah. Tidak sabar untuk segera bertemu dengan mereka. Namun ada sedikit rasa khawatir saya tidak mampu beradaptasi disini.
Syukurlah, kami disambut dengan suka cita oleh adik-adik. Meskipun saat itu tanggal merah tapi mereka sangat antusias untuk datang ke sekolah dan belajar bersama kami. Pembelajaran berlangsung singkat namun sangat berkesan. Saya teringat dengan pertanyaan sederhana sewaktu kelas inspirasi “Apa cita-cita ta’ dek? Mauki jadi apa kalau besar?”. Pertanyaan itu dijawab dengan nada semangat “Mauka jadi polisi kak”, “Saya mau ka jadi guru”, “Dokter, kak”, “Saya jadi tentara”. Rupanya ada mimpi sederhana dari anak-anak di pelosok yang ingin mereka wujudkan. Tidak sampai hati jika mimpi itu kandas hanya karena letak sekolah yang jauh. “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, tidak apa-apakan kalau kita bersama pemerintah mewujudkan hal itu?
Belajar sambil bermain bersama mereka membuat saya merasa sangat beruntung berada disana. Tidak ada ponsel, tidak ada riuh kendaraan, yang ada hanya canda, tawa, membuat hati saya terasa hangat. Sejenak saya berpikir kapan terakhir kali kita berbicara dengan orang lain tanpa sibuk memandang layar ponsel? Tampaknya perjalanan ini tidak hanya sekedar “mengajar” adik-adik, justru mereka yang memberikan saya pelajaran sangat berharga.
Terima kasih Komunitas Koin Untuk Negeri (KUN) telah peduli dengan mimpi adik-adik di pelosok dan semoga hal-hal baik selalu menyertai kita semua. Terakhir saya ingin mengutip sebuah pesan "Siapa yang hidup melihat, tetapi yang bepergian melihat lebih banyak." - Ibnu Batuta. Dan izinkan saya bepergian melihat lebih banyak mimpi adik-adik di Pelosok.