Sebuah refleksi,
Perjalanan menjadi volunteer
ternyata banyak memberi pelajaran hidup. Menemukan hal yang belum pernah dirasakan
dan merasakan yang selalu ada namun tidak
pernah membawa berarti. Awal November 2022 mungkin menjadi
perjalanan yang akan membawa arti dipenghujung tahun,
dan langkah menutup
tahun dengan penuh makna. Ini adalah kali pertama bagi saya menjadi
volunteer, ya seseorang yang sukarela mengerjakan sesuatu. Apa itu artinya saya menyesal? Tentu, tidak. Menjadi volunteer merupakan pilihan yang tidak
saya sesali dan semoga akan terus
seperti itu. Saya sebenarnya menantang diri sendiri, memasuki linkungan yang sebenarnya saya kurang nyaman.
Maksudnya akhir-akhir ini saya suka menyibukkan diri sendiri
dengan membaca buku, menulis, ataupun sekedar nonton sehingga merasa
untuk sekedar mengobrol basa-basi
dengan orang baru sepertinya akan menguras tenaga dan energi. But,
here I am.
Proses menantang diri sendiri berlanjut, saya masih dalam
tahap membiasakan diri untuk olahraga
jadi sebuah tantangan untuk bisa menjelajah mendaki ke tempat pengabdian (walaupun itu medan yang biasa saja).
Menantang diri sendiri bukan hanya dengan fiisik, namun juga manajemen emosi. Saya terbiasa
dengan lingkungan orang yang biasa saja dengan
muka datar, mungkin di lingkungan kampusku
tidak ada yang terlalu peduli
dengan muka datar,
menyendiri. Tapi, di komunitas KUN sepertinya tidak. Saya merasa
orang-orang menjadi sungkan untuk mendekat dan berbicara yang kemudian saya sadar bahwa karakter orang-orang disini hampir sama, humble.
Sudah jelas orang-orang jadi humble ya karena kita berhadapan dengan anak-anak yang banyak energi dan
tanpa banyak pemikiran yang terlalu jauh. And,
I am
so happy to meet them in my life, they change my perspective.
Di perjalanan ini juga saya menemukan
orang-orang baik. Mungkin
banyak yang bilang
kalau dunia semakin kekurangan orang baik dan dipenuhi orang jahhat dan
licik. Tapi itu sepertinya tidak ada
disini. Awalnya, saya berfikir mungkin orang-orang hanya menjalankan peran
untuk mencapai tujuan
mereka. Kemudian, saya sadar bahwa orang-orang mungkin
tidak terlihat baik karena penampilan, gaya bicara dan lingkungan pertemananya tapi dibalik itu ada hati-hati yang bersih dengan mulia mau
menolong. Lagi-lagi, saya belajar don’t
judge people but it’s cover.
Kemudian, saya menemukan bahwa anak-anak yang caper dan sedikit menyebalkan mungkin saja kekurangan kasih sayang dari orang tuanya. Mereka mencari perhatian tersebut diorang-orang yang menurut mereka mungkin saja akan merespon pertanyaannya. Ini saya temukan kasus adik yang selalu saja nempel kemana relawan pergi. Ternyata, dia adalah anak yang diasuh oleh neneknya dan orang tuanya meninggal. Baahkan, setelah kami tau ternyata juga tidak punya tas. Akhirnya, saya pun mengerti tentang arti syukur yang begitu dalam. Adik itu tidak menjelaskan teori bersyukur, tapi sorot matanya lebih membuat saya paham.
Dari perjalanan ini, Komunitas KUN dengan slogan
#darisudutnegerikitamenginspirasi sepertinya
tidak cocok dengan saya karena bukan saya yang menginspirasi tapi saya yang terinspirasi. Semangat dan terimakasih
untuk semua pembelajaran, never stop
learning ‘cause life never stop teach. Selalu lah jadi
lentera dalam harapan orang-orang kecil.
Nur Islamiyah Angraeni