KUN CABANG PALOPO | Sebuah Refleksi | BANGKU SEKOLAH DI UJUNG PELOSOK “PORINGAN”



 

BANGKU SEKOLAH DI UJUNG PELOSOK “PORINGAN”

Assalamualaikum Wr Wb…

Perkenalkan nama saya Muh. Al Qadri Syawal, Berasal dari kota Palopo Sulawesi Selatan, beralamatkan Jl. Dr. Ratulangi, No. 04, hobi saya yaitu memancing ikan dan makanan khas  dari daerah saya sering di sapa “kapurung”…

 

Mulailah cerita petualangan kecil saya di pelosok bumi sawerigading. Tepatnya di kabupaten luwu, kecamatan suli barat, desa poringan. Dimana di tempat ini kaki dan tangan saya di uji untuk bertindak lebih sebagai tenaga pengajar yang di kenal sebagai “pahlawan tanpa jasa” sedikit bergurau hehehee…

Jauh dari dataran biru (laut), desa poringan ini sendiri mempunyai sedikit keunikan di dalamnya ialah mempunyai masyarakat yang bersuku luwu dan bugis meskipun desa poringan ini sendiri terletak di kabupaten luwu. Awalnya saya agak bingung pada saat saya dan teman – teman KUN menginjakkan kaki di desa tersebut, di karenakan bahasa daerah yang di pakai masyarakat di atas terkadang tercampur aduk antara bahasa daerah luwu dan bugis, ini sedikit lucu bagi saya, bahasa luwu dan bugis di kemas dalam satu mulut dan itu menjadi pelajaran penting bagiku.. yang saya garis bawahi disini yaitu “BAHASA”, ini bukan persoalan transmigrasi, bukan letak posisi daerah, Melainkan bagaimana kita bertoleran dan bersilaturasa dengan adat istiadat seseorang yang kita jumpai…

Tidak jauh dari kata pendidikan. Melatar belakangi sekolah di desa poringan itu sendiri dulunya di kenal sebagai sekolah “kelas jauh” yang sudah beralih status menjadi sekolah negri. Meskipun sudah beralih menjadi sekolah negri, namun ruangan kelas di sekolah poringan tersebut masih dua ruangan yang berisikan enam kelas siswa di atas. Kata salah satu masyarakat di atas dulunya sekolah tersebut adalah bangunan pribadi yang didirikan dalam bentuk papan dan kayu dan beralaskan tanah.

Terlepas dari itu dimana goresan tinta dan keringat bersatu padu untuk membangkitkan semangat para adik adik yang ada di pelosok, tawa dan petikan gitar mulai menghantui kabut “poringan” di malam itu. Mungkin ini terbilang singkat mengibahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk bermain dan belajar bersama adik – adik di pelosok, akan tetapi gema tawa dan kucuran air keringat yang sedikit (Bakti) itulah yang akan mereka selalu kenang di halaman sekolahnya.

Mengingat kembali suasana yang begitu riuh dihalaman sekolah, seolah pikiran dan batin itu selalu bermain dihalaman sekolah tersebut meskipun raga kami sudah tak berada disana. Meski saya bukanlah sesorang yang bisa berbicara dan bercerita sesama tumbuhan maupun hewan, akan tetapi pepohonan dan bisikan anjing – anjing itu seolah merasuki gendang telingaku dan berkata “kamu adalah orang asing disini, tapi kami senang melihatmu bersama kawanan – kawanan mu itu”, dibalik pesan perasan itu (insyallah) kami akan kembali ke tanah Poringan ini.

Cepat atau lambat hak dari semua hak akan memiliki peran dan pelaku.. di komunitas ini akan selalu ada ruang dimana orang – orang akan berkumpul dan memiliki hak dan tanggung jawab yang bertujuan untuk meraih kesejajaran pendidikan terutama di daerah pelosok negri.

Moment dimana adik – adik dan kakak – kakak saling membagi kasih dan tawa dsitu saya merasa bahwa  keresahan  dalam kelas yang begitu formal bisa diatasi dengan sesuatu yang sangat sederhana menurutku yaitu; Belajar sambil bermain…

Dan di komunitas ini mempunyai beberapa kelas yang menjadi sumber bahan ajar yaitu; kelas literasi, kelas agama, kelas inspirasi, kelas kreatifitas, dan kelas alam. Dari berbagai kelas tadi masing – masing memiliki fungsi dan rancangan pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai target yang sudah ditetapkan, seperti di kelas literasi yang bertujuan untuk menyajikan bagaimana peserta didik bisa belajar membaca dan menghitung, di kelas agama berusaha untuk bagaimana peserta didik bisa belajar mengeja dan membaca huruf hijaiyah, di kelas inspirasi ini menyajikan seperti apa itu cita – cita dan merangsang peserta didik untuk bagaimana cara meraih cita – cita meraka nantinya, di kelas kreatifitas melatih peserta didik untuk membuat suata karya yang terbuat dari bahan – bahan yang ditemukan di sekeliling lingkunganya, sedangkan di kelas alam sendiri mempelajari seperti apa manfaat dan kerugian merawat alam itu sendiri dan mempelajari pola hidup sehat seperti dari cara mencuci tangan dengan benar dan baik.     

Seiring kabut yang mulai hilang di lahap pagi dan di kenang oleh subuh, tak terasa saya dan teman – teman sudah mencapai hari akhir yaitu hari kepulangan kami ke rumah.. Sepatu yang basah kini mulai kering di tiup oleh angin siang hari, tumpukan piring kotor yang sudah mulai tersusun rapi, lantai yang awalnya di tutupi oleh debu kini di hiasi warna bersih, yang menandakan akan kepulangan kami dari Desa Poringan.. ini bukan perpisahan melainkan awal pertemuan kita ke pertemuan selanjutnya “Poringan”.

Kesan saya selama di lokasi pengabdian ialah, pertama tama saya mengucapkan banyak terima kasih kepada kakak – kakak yang telah membina saya dalam hal apapun itu selama di lokasi, entah itu melatih saya bagaimana tampil di depan adik – adik, cara menyampaikan materi di depan adik – adik harus bagaimana, dan lain – lain. Teruntuk kesan saya pribadi, rasa misterius terhadap belajar dan bermain di usia terbilang anak anak bukan menjadi misteri lagi bagi saya. Selain dari pada itu rasa senang, bahagia dan nostalgia menjadi penghias di siang dan malam tiga hari tersebut..

Adapun pesan saya untuk Komunitas Koin Untuk Negeri “Tetaplah Bercahaya Di Penjuru Pelosok Negeri”.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama