Saya Rasyita Pertiwi, seorang mahasiswa dari jurusan pendidikan. Lebih detailnya Pendidikan Bahasa Inggris. Mengajar dipelosok sudah menjadi wish list saya sejak tahun pertama kuliah. Pernah berkesempatan merasakan pengalaman tersebut sebelumnya di 2019. Lalu di 2022 ini saya merindukan lagi rasanya bermain sambil belajar bersama adik adik di pelosok dan diperkenalkanlah saya oleh salah seorang teman tentang Komunitas Koin Untuk Negeri, lalu memutuskan untuk ikut bergabung dalam kegiatannya.
Di hari Meet Up 1 rasanya masih biasa saja. Melihat video dokumentasi pemberangkatan sebelumnya cukup membuat semangat dan menarik perhatian saya. Disela-selanya saya membayangkan bagaimana jika saya yang mengalaminya langsung? Apakah bakalan se-menyenangkan seperti yg terlihat di video? Apakah bakalan berkesan untuk saya?
Lalu pertanyaan-pertanyaan tersebut terjawab ketika berada di lokasi binaan. Tau jawabannya apa? Lebih.
Lebih menyenangkan dari apa yg terlihat divideo. Lebih berkesan dari apa yang saya bayangkan sebelumnya.
Bersentuhan langsung dengan adik-adik di dusun Makmur, lengkapnya di Desa Pattiro, kec. Tompobulu, kab. Maros, yang hangat dan sangat terbuka. Yang langsung datang gandeng tangan saya deluan. Saya bukan tipe orang yang gampang terbuka dan kaku terhadap orang baru, tapi anak-anak ini berhasil curi hati saya, buat saya jadi lunak dan tampil apa adanya. Bukan saya yang bikin mereka nyaman, mereka yg bikin saya nyaman. Dan perasaan itu membuat saya jadi lebih banyak menerima daripada memberi.
Ketika Meet up 2 dan 3 sebelum pemberangkatan, saya sangat gengsi untuk mengikuti lagu-lagu ice breaking yang disertai gerakan karena malu diliatin mahasiswa lain. Tempat berkumpul meet up ketika itu berlokasi di pelataran UNM, yang jelas saja banyak mahasiswa berlalu lalang. Namun sesampainya di lokasi, hilang semua gengsi saya. Saya ikut bergerak, menyanyi sekeras-kerasnya, berteriak tepuk semangat bersama adik-adik bahkan bersorak yel-yel kelompok sampai suara saya hampir habis.
Adik-adik di dusun juga sangat murah tawa. Mereka sangat apa adanya, tertawa bahkan pada hal kecil yang kadang tidak lucu bagi saya. Tapi tawa mereka menular, buat hal yang saya anggap tidak lucu, jadi bisa kami tertawakan bersama.
Soal belajar beberapa dari mereka sangat cepat paham dan ingat walaupun beberapa lainnya tidak. Sewajarnya siswa dengan kemampuan belajar yang beragam. Sayangnya, fasilitas belajar yang bereka miliki sangat tertinggal. Sekolah mereka berbentuk pondok dengan satu ruangan tanpa pintu dan jendela. Terhitung 15 orang siswa untuk kelas 1-6. Sempat saya berbincang dengan seorang murid mengenai guru yang mengajar mereka, dan dari situ saya mendapat info kalau ternyata guru yang mengajar mereka juga hanya guru relawan yang tinggal sementara di dusun tersebut selama 1-2 bulan. Walaupun demikian mereka tetaplah anak-anak hebat. Mereka cuma butuh difasilitasi lebih lagi untuk menjadi lebih bersinar.
Ada banyak sekali hal yang meninggalkan kesan di hati saya, salah satunya ketika saya berkesempatan mengambil peran di Kelas Inspirasi sebagai Ibu Guru. Drama dengan genre comedi inspiratif yang menampilkan berbagai profesi seperti polisi, tentara, dokter, guru, dan pencuri. Drama tersebut berhasil jadi bahan hiburan utama di hari kedua mengajar. Saya berusaha sebisa mungkin membawakan peran yang tidak terlalu kaku, bisa mencipta tawa namun tetap menyampaikan pesan. Awalnya saya sempat takut adik-adik tidak mendapatkan makna inti dari drama ini karena lebih banyak dipenuhi adegan komedi, namun ternyata mereka bisa mengambil pesan drama ini. Hal yang membekas dihati saya ketika salah satu dari mereka bilang ingin jadi seperti saya, Ibu Guru. Rasanya sangat terharu mengetahui bahwa diri ini telah jadi inspirasi bagi orang lain.
Pemandangan dusun yang disuguhkan juga sangat luar biasa. Terbiasa berada di hiruk pikuk kota yang sesak dan terlalu buru-buru dengan pemandangan gedung-gedung, datang ke dusun Makmur seolah jadi tempat istirahat sejenak. Pemandangan sawah, gunung-gunungnya, sungainya, dan yang paling saya sukai, bintang. Langit malam dusun sangat luar biasa bagi anak kota yang jarang melihat bintang seperti saya. Katakan saya norak, tapi memang begitu adanya. Tidak pernah saya melihat bintang bertabur sebanyak itu sebelumnya, bintangnya juga lebih besar dan bersinar dihiasi awan-awan halus yang mempercantik langit. Lalu matahari terbenam, dan matahari terbit yang tidak kalah luar biasanya.
Satu lagi momen berkesan yang ingin saya ceritakan. Ketika main hujan. Sudah lama sekali sejak terakhir kali saya main hujan. Saya bukan tipe orang yang suka hujan-hujanan karena sangat repot dan tidak nyaman jika harus berpakaian basah. Tapi hari itu, saya dengan semangat keluar dari kelas ke lapangan untuk bergabung bermain hujan bersama adik-adik dan kakak-kakak relawan lainnya. Kita memainkan sejumlah permainan seperti kejar-kejaran dan lomba lari di lumpur sambil gendong adik-adik dipunggung. Rumput lapangan yang licin karena tercampur lumpur, tai sapi, bahkan kubangan yang bikin tenggelam kaki menjadi bagian dari kesenangan kami. Saya ingat sekali saya berlari sekuat tenaga sambil tertawa keras karena senang seolah tidak ada beban. Sangat menyenangkan, sangat menyembuhkan.
Sebagai mahasiswa dari jurusan pendidikan, mengajar tentu menjadi pengalaman yg perlu kami kerjakan. Dan setelah merasakan keduanya, mengajar disekolah sebagai guru dengan mengajar sebagai relawan sangat-sangat jauh perbedaannya. Saya menyadari mengajar sebagai relawan lebih menyenangkan, menyembuhkan, dan lebih tulus.