Generasi Penerus Bangsa Yang Tersembunyi Oleh Kakak Rahmil


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya Rahmil Hermawan yang masih single dan belum mau mengubah status single tersebut karena masih banyak cita-cita yang harus di gapai dan juga orang tua yang perlu untuk saya bahagiakan terlebih dahulu. Saya lahir di kota Palopo pada tanggal 27 April 2000 dan sedang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Palopo pada program studi Ilmu Kelautan semester 5. 

Mengawali dari tulisan saya, tiada kata yang pantaskan diucapkan sealian ucapan rasa syukur kepada ALLAH Swt, dan bershalawat kepada sosok sang revolusioner sejati Patron gerakan kita dalam kehidupan sehari-hari ialah Nabi ALLAH Muhammad Saw. Sosok yang menjadi cerminan kita atas segala sesuatu hal yang kita lakukan, termasuk saling membantu dan bermanfaat untuk seluruh makhluk ALLAH Swt. Sehingga dalam kesempatan ini saya mencoba menyampaikan tentang kesenjangan pendidikan yang berada dikota dan di daerah pelosok berdasarkan pengalaman saya ketika melakukan program SEJARA dari Komunitas Koin Untuk Negeri. Pada 30 November 2021, Saya dan teman-teman melakukan program KUN Sekolah Jejak Nusantara di salah satu SD Buntu Lumu Kelas jauh SDN No. 107 LAGEGO tepatnya di daerah pelosok yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Kab. Luwu Timur, Kec. Burau, Dusun Lauwe. Tujuan kami menuju SD Buntu Lumu guna menjadi relawan yang sukarela untuk mengajar adik-adik dilokasi tersebut karena SD tersebut hanya memiliki 2 tenaga pengajar karena lokasi SD Buntu Lumu ini sangat jauh dari perkotaan yang membutuhkan waktu tempuh yang cukup lama dan medan jalan yang sangat sulit ditempuh sehingga mungkin itulah yang menjadi penyebab dan pertimbangan tenaga pengajar untuk menjadi pengajar di SD Buntu Lumu tesebut.

Setelah saya menyaksikan secara langsung bagaimana kontras kondisi pendidikan antara diperkotaan tempat saya menempuh pendidikan dan kondisi pendidikan yang berada di pelosok tersebut. Dimana SD yang seharusnya memiliki 6 kelas namun hanya memiliki 3 kelas yang dipetakkan dalam satu bangunan kumu yang terbuat dari dinding papan, beratap seng yang tak layak pakai, dan juga beralas tanah, sampai bagaimana siswa-siswi yang pergi ke sekolah tapi jarang bertemu dengan gurunya, selain guru yang minim juga karena pemukiman guru yang sangat jauh dari sekolah yang bisa menempuh jarak sekolah dengan waktu 30 menit dengan berjalan kaki. Tetapi dari itu semua, yang menarik menurut saya adalah semangat belajar adik-adik SD Buntu Lumu dalam menuntut ilmu di pelosok negri untuk menggapai cita-citanya, walaupun kondisi sekolah yang tak layak pakai lagi dan fasilitas-fasilitas pembelajar yang kurang memadai.

Semangat belajar yang luar biasa adik-adik yang berada dipelosok SD Buntu Lumu, itu kemudian menjadi tamparan bagi saya pribadi yang hidup di daerah perkotaan dengan fasilitas pembelajaran yang sangat lebih dari cukup dan tenaga pengajar yang sangat memadai, namun masih malas-mlasan dalam belajar dan menuntu ilmu, dan ini juga menjadi pembeljaran dan bahan refelksi bagi penulis dan pembaca terhadap situasi yang sangat menimpang ini, sebab di saat masih terdapat ribuan bahkan jutaan penduduk indonesia yang masih belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai, kita yang berada di kota justru malah menyia-niyiakan dan menganggap enteng semua itu.

Pengalaman tersebut membuat saya menyaksikan fenomena pendidikan yang menimpang dan sebuah ketidakadilan pendidikan, mudah-mudahan itu bisa menjadi perhatian kita bersama dan saya berharap kedepannya SD Buntu Lumu ini bisa dapat perhatian lebih dari pemerintah seketidar untuk membangun dan memberikan fasilitas pembelajaran yang memadai kepada adik-adik SD Buntu Lumu. Karena melihat semangat dalam belajar adik-adik yang sangat tinggi sehingga itu menjadi bibit dan modal yang akan membangun bangsa kedepannya namun jarang kita diperhatikan.

 Rahmil Hermawan 

Relawan Angkatan 6 Kun Cabang Palopo

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama