Panggil Aku Kembali Daeng Oleh Kakak Baraqatul Qamilah


Friday afternoon tepat pada pukul 17:38 tanggal 6 Juli 2018, seorang wanita muda menginjakkan kakinya pertama kali di Kota Daeng Makassar Sulawesi Selatan. Dia memiliki tujuan sama dengan sebagian besar perantau lainnya yaitu menerima ilmu dari para pendidik di Kota ini. 

Dia merupakan perawat strata satu lulusan salah satu kampus swasta di Jakarta, dia kuliah disana selama empat tahun. Profesi yang dia geluti mengharuskan dia mengambil jenjang pendidikan profesi selama satu tahun untuk memenuhi syarat praktik profesional di intstansi-instansi kesehatan. 

Oktober 2017 dia berhasil menyelesaikan studi strata 1 dan mengikuti acara ceremony wisuda pada bulan itu. Bertekad akan mencari suasana baru dan tempat pendidikan baru untuk melanjutkan profesi, kota Daeng lah yang menjadi pilihan terbaik. 

Diantar oleh kedua orang tuanya, karena dia merupakan anak manja setengah mandiri plus anak perempuan satu-satunya, bukanlah suatu hal yang berlebihan apabila treat yang diperolehnya sedikit berbeda dari teman-teman seusianya. 

Dia melewati rutinitas sebagai mahasiswa profesi secara terstruktur, mulai dari mendaftarkan diri sebagai mahasiswa baru di salah satu kampus Negeri di Makassar, mengikuti test masuk dengan menjawab ratusan soal, melakukan screening kesehatan, kemudian sampai mendapatkan informasi kelulusan untuk mengikuti pendidikan di kampus tersebut. 

Kesan pertama yang dia rasakan ketika menginjakkan kaki di kota ini ialah panas, bahkan sebagian dari kulit wajahnya mengalami pengeringan seperti terbakar. Penyesuaian diri dengan lingkungan kota Daeng dilakukan dalam waktu yang tidak sedikit, sehingga timbul perasaan tidak senang dengan kota Daeng ini. 

Sebelas bulan dilaluinya untuk melewati jenjang profesi dilakukan dengan kesabaran (dalam hati: Hanya setahun, tenang). Praktik lapangan diberbagai rumah sakit-rumah sakit dan Puskesmas-Puskesmas yang ada di Makassar, jenjang profesi setahun penuh tidak dilakukan di kampus, melainkan satu tahun penuh berada di lapangan. 

Dia sangat jarang mengunjungi kampus sehingga gedung dan wilayah kampus pun tidak banyak yang ia ketahui. Kesan pertama yang kurang baik serta wilayah yang dikunjungi hanya rumah sakit-rumah sakit membuatnya kurang mencintai kota ini. 

September 2019 dia menyelesaikan jenjang profesi dengan melewati proses yang tidak bisa dibilang mudah, tetapi itulah perjuangan. Masing-masing individu memiliki proses dan mempersepsikan proses itu dengan cara pikir dan penyelesaian yang berbeda-beda. Semoga proses dan perjuangan serta jerih payah yang dilakukan bernilai ibadah di sisi-Nya. 

Allahumma aamiin. Tanggal kelulusan dan kegiatan ceremony wisuda memiliki jarak yang cukup panjang sehingga dia memutuskan untuk mencari aktivitas yang dapat dilakukan untuk mengisi kekosongan jarak tersebut. 

Qadarullah dia menemukan media social komunitas pendidikan dan pada saat itu sedang membuka pendaftaran relawan baru yang akan diutus sebagai relawan pendidik adik-adik yang berada di pelosok Sulawesi, kegiatan tersebut bernama SEJARA (Sekolah Jejak Nusantara). Komunitas ini bernama Koin Untuk Negeri (KUN), SEJARA merupakan salah satu program kerja yang ada di dalamnya. 

Dia mulai mendaftarkan diri secara online dan mengikuti rangkaian persyaratan yang diberlakukan oleh komunitas tersebut. Proses penyeleksian telah dilakukan dan salah satu nama volunteer yang dinyatakan lulus adalah wanita muda itu tentu saja (Alhamdulillah). 

Pemberangkatan dijadwalkan pada tanggal 12-15 September 2019. Perjalanan ditempuh dengan sepeda motor selama kurang lebih 2 jam dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menaiki gunung selama kurang lebih 5 jam. Pendakian gunung dengan berjalan kaki selama itu merupakan pengalaman pertama bagi perempuan muda itu. 

Permulaan perjalanan dia hanya diam, tetapi lama kelamaan dia hampir menangis saking tidak kuatnya. Tetapi dia membulatkan tekad untuk terus melangkah karena itulah yang telah dia pilih, yaitu berbagi kebermanfaatan. 

Perjalanan mendaki gunung dimulai pada jam 16.00 WITA dan sampai di tempat pengabdian kurang lebih jam 21.00 WITA. Dia merupakan pasukan belakang, tentu saja, karena perjalanan mendaki banyak digunakan untuk istirahat. Hehehe. 

Sesampainya di tempat pengabdian, dia tertegun dan bertanya di dalam hati “Ya Allah kenapa orang-orang ini tinggal di atas gunung yang sangat jauh dari perkotaan, jalanannya pun sangat sulit untuk dilewati”, tetapi begitulah kehidupan, manfaatkan bumi Allah dimanapun. 

Keesokan harinya, pagi, Jumat 13 September 2019 dia dan anggota KUN lainnya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki tentu saja, perjalanan ke sekolah membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit. Sesampainya di sekolah, dia tertegun kembali oleh antusias adik-adik yang ada di pelosok untuk belajar. Jarak sekolah dari tempat tinggal masing-masing siswa pun sangat jauh, mereka membutuhkan waktu 30 menit bahkan ada yang satu jam untuk datang ke sekolah. 

MaasyaaAllah luar biasa adik-adik ini. Mereka datang dengan sandal jepit bahkan ada yang tidak pakai sandal, tentu saja bekas luka memenuhi kaki-kaki mereka. Dia menahan isak, bersyukur dengan apa yang dia punya dan telah ia lalui. Keadaan di pelosok sangat jauh berbeda dengan keadaan di kota, sekolah mereka sangat jauh dari kata layak, bahkan guru mereka hanya satu. 

Mereka belajar hanya pada saat relawan ada. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan? Alhamdulillah. Melihat keadaan adik-adik disana membuat rasa lelah mendaki gunung selama 5 jam itu hilang, tidak ada apa-apanya perjuangan kami selama 4 hari disana dibanding dengan antusias dan kemauan mereka untuk belajar. 

Proses belajar mengajar dilakukan selama dua hari, ahad kami harus pulang kembali ke perkotaan. Merenung, bersyukur, atas segala yang Allah beri untuk diri. Rasa peduli dan berbagi tumbuh besar dalam diri perempuan muda itu. 

Bertekad untuk kembali, bertekad untuk berbagi, bertekad untuk mencintai, tanah kota daeng ini, melalui hati-hati KUN yang mulia ini. Doanya semoga adik-adik di pelosok mendapatkan pendidikan yang layak, mampu menjadi insan mulia dunia hingga surga. 

Pengalaman tersebut tidak terlupakan oleh perempuan muda itu. Pemberangkatan bulan berikutnya ia pun ikut andil. Cinta terhadap adik-adik membuat jiwanya terpanggil kembali, semangat teman-teman KUN juga menjadi alasan pengandilan diri. 

Manusia KUN sangatlah mulia, mereka memiliki hati putih sehingga siapapun yang membersamainya pasti mencintainya dan mencintai kota Daeng ini. Dia pergi meninggalkan kota Daeng dan meninggalkan KUN yang ia cintai dan yang membuat ia cinta kota Daeng ini. “Panggil aku kembali Daeng, untuk membersamai manusia KUN yang mulia nan putih hati. Jaya selalu KUN ku, terimakasih atas cinta dan mulianya diri, doa perempuan muda itu selalu baik untukmu InsyaaAllah.

Baraqatul Qamilah
Relawan Sekolah Jejak Nusantara

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama