Sulitnya Perjalanan Jadi Relawan ke Bara dari Kakak Alfinovita Sari

Pada hari kamis, 25 – 2019 saya melakukan sebuah perjalanan menuju Maros lebih tepatnya desa bara, bersama dengan kakak kakak relawan KUN lainnya. Kami melakukan perjalanan menggunakan motor kurang lebih 2 jam sampai dengan di penitipan motor.

Setelah kami menitipkan motor dan beristirahat sebentar kami melanjutkan perjalanan menggunakan kaki, di perjalanan kami melewati berbagai macam rintangan, jalan yang penuh dengan batuan besar, jalan yang licin karena lumut, jebatan goyang, bahkan jurang.

Didalam perjalanan menuju desa bara saya hampir menyerah saya tidak sanggup/ mampu lagi untuk mendaki, tetapi ada kakak relawan yang membantu serta menyemangati saya agar terus berjalan. Dan saat itu saya berfikir bagaimana bisa hanya dengan ini saya menyerah, bagaimana dengan adik adik yang setiap harinya melewati jalanan ini hanya untuk menuju kesekolah. Setelah kurang lebih 5 jam perjalanan akhirnya kami sampai di desa tersebut.

Keesokan harinya kami melanjutkan kegiatan kami dengan mengajar adik adik yang berada dipelosok. Kami menuju sekolah yang cukup jauh dari permukiman serta jalanan yang kurang mendukung. Di desa tersebut hanya terdapat 1 sekolah itupun hanya terdapat satu bangunan yang dalamnya sudah terbagi dalam beberapa tingkatan, mulai dari TK, SD, sampai SMP. Peralatan disekolah itu juga masih sangat kurang, mereka hanya beralaskan karpet.

Dan, Adik adik yang berada dipelosok masih sangat minim akan benda benda yang menurut kita sudah lumrah seperti, pulpen yang mempuyai lima warna. Ada satu adik dari pelosok yang mempertanyakan apa itu? Benda apa itu? Mengapa warnanya sangat banyak?. Kalau kita berfikir lagi seberapa terbatasnya adik adik yang berada dipelosok itu hingga pulpen itu mereka tidak mengetahuinya. Adik adik yang berada dipelosok dengan keterbatasan yang sangat banyak, mereka sangat rajin serta sangat bersemangat untuk sekolah. Mereka menumpuh jarak yang jauh untuk sampai kesekolah.

Bukan cuman sekolahnya saja tapi desa nya juga mempunyai keterbatasan seperti masyarakat disana tidak menggunakan listrik melainkan ia hanya mengandalkan obor sebagai pencahayaan. Pertama kali saya sampai saya hanya berfikir bisaka masyarakat disini hidup tanpa menggunakan listrik? Tapi nyatanya mereka sudah terbiasa dengan keadaan tersebut.

Didalam komunitas Koin Untuk Negeri ( KUN ) ini saya sangat mendapat banyak pelajaran yang saya tidak dapat di bangku kuliah yang menurut saya di bangku kuliah yang mungkin juga kalian sudah tau yaitu belajar belajar dan belajar, di komunitas ini kita diajarkan bagaimana agar ilmu kita tidak menjadi sia sia, bagaimana kita bisa membantu adik adik dengan ilmu yang kita dapat. dan menurut saya ini adalah hal baru untuk saya, hal baru bagi saya bisa mengajar adik adik yang berada dipelosok dengan berbagai macam karakter.

Relawan Sekolah Jejak Nusantara

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama