Nurhidayah |
Dusun Bara merupakan perkampungan terpencil di arah tenggara kabupaten Maros yang berbatasan langsung dengan Malino Kabupaten Gowa.Sebuah dusun terpencil yang sangat sulit diakses. Perkampungan ini sangat jauh dari kota kecamatan Tompobulu apalagi ibu kota kabupaten. Didusun Bara aspek-aspek yang dikembangkan adalah padi, aren, serta ternak seperti ayam dan sapi. Jangan pernah membayangkan disini ada pasar apalagi super market, karena untuk berbelanja mereka harus ke dusun Baru, dan di dusun ini sangat sulit untuk mendapatkan jaringan, untuk menelpon saja susah apalagi untuk internetan.
Dusun Bara didiami oleh suku Makassar, sehingga sangat jarang dari mereka yang bisa berbahasa Indonesia Penduduk dusun Bara semuanya beragama islam, namun ada hal miris yang terjadi disana, pada hari Jumat, warga hanya akan melaksanakan shalat Jumat apabila ada imam dari desa yang datang, sehingga kedepan perlu diadakan penyuluhan tentang keagamaan didaerah ini. Penduduk desa Bara, sangat terbelakang dalam hal pendidikan. Untuk hal seperti pendidikan adalah hal yang sangat baru bagi mereka, bahkan mayoritas penduduk disana buta huruf.
Didusun ini hanya ada satu sekolah dan sekolah ini berdiri sekitar 4 tahun yang lalu. Jangan bayangkan bangunan sekolah adik-adik di Bara seperti kebanyakan sekolah lainnya yang mempunyai bangunan yang bagus dengan fasilitas yang lengkap. Sekolah mereka jauh dari kata itu, beratap dan berdinding seng, dengan satu bangunan yang dibagi menjadi 3 bagian dengan bangku yang terbuat dari kayu dan bambu. Seperti itulah gambaran sekolah mereka.
Jangan bayangkan siswanya duduk perkelas, di sekolah ini satu gedung yang dibagi menjadi 3 kelas. Kelas 1 dan 2 dijadikan satu kelas, kelas 3 dan 4 dijadikan satu kelas dan kelas 5 dan 6 dijadikan satu kelas. Lantas kemana siswa MTsnya ? yaa mereka tak mempunyai gedung tersendiri.
Jangan bayangkan sekolah ini dibangun oleh pemerintah, tidak !! sekolah ini dibangun atas swadaya masyarakat Bara, jangan bayangkan gurunya banyak, disekolah ini hanya ada satu guru. Jangan bayangkan mereka sekolah setiap hari, mereka hanya pergi ke sekolah ketika gurunya datang, guru mereka harus menempuh perjalanan sekitar 3-4 jam untuk mengajar di sekolah ini. Jangan bayangkan, mereka ke sekolah dengan pakaian yang lengkap, hanya dengan sandal dan kaki kecil yang mereka andalkan untuk berjalan sekitar 1 jam dari rumah ke sekolah. Baju seragam yang lusuh, bahkan terkadang hanya pakaian biasa yang melekat ditubuh ringkih mereka, dan tas yang kusam bahkan sangat miris bahwa dari mereka ada yang hanya memakai kantong kresek (plastik) untuk mereka tempati buku dan pulpen. Berbekal doa dan sebotol air minum dari rumah mereka berjalan jauh, sejauh mata memandang hanya senyum semangat yang mereka perlihatkan setiap harinya.
Jangan bayangkan buku pelajaran yang lengkap disekolah mereka, karena disekolah ini hanya tampak buku-buku kusam yang dimakan rayap. Jangan bayangkan mereka tak bercita-cita, walaupun mereka masih terbata masih terbilang hanya mampu membaca “ini ibu budi” tapi untuk soal cita-cita mereka tak terkalah semangatnya.
Jangan bayangkan mereka sudah bisa menghitung perkalian, untuk mengetahui 1-100 saja masih kurang. Tapi satu hal yang harus kalian bayangkan dari adik-adik di Bara bahwa semangat mereka mengalahkan fakta bahwa walaupun sekolah kami sangat sederhana, buku kami termakan rayap, kami tak berseragam ke sekolah, kami hanya punya satu guru tercinta, dan hanya sandal serta botol air minum dari rumah, tapi didalam dada mereka gejolak untuk menuntut ilmu sangat menggebu-gebu. Dalam hati mereka tertanam kami adalah masa depan Bara, kami siap belajar, karena kami adalah polisi, tentara, guru, dokter yang akan mengembangkan dan membawa Bara kea rah yang lebih baik. Sebab kami adalah Bara.
Sebuah bara api yang bagus pasti dihasilakan dari kayu yang bagus dan disulut dengan api terbaik, seperti bara api, adik-adik di Bara pun perlu disulut dengan sekolah yang layak, buku yang lengkap, seragam terbaik, dan guru-guru terbaik. Jadi mari kita menjadi jembatan agar semangat adik-adik di Bara terus tersulut, kita bahu membahu mewujudkan sekolah yang layak untuk mereka, buku pelajaran terbaik untuk mereka dan menjadi guru terbaik untuk mereka. Salam Volunteer, dari sudut negeri kita menginspirasi.
Koin Untuk Negeri.
Tags:
opini