Sekelumit Cerita Dari Astuti Mahasiswi Unismuh Makassar Menjadi Relawan SEJARA

Astuti Mahasiswi Unismuh Mks
21 Agustus 2017. Dari awal, mungkin teman-teman sudah malas ataupun tidak tertarik membaca tulisan saya, mungkin karena teman-teman berfikiran itu tak penting dan lain sebagainya. Nah, Sebelum bercerita mengenai pengalaman ‘belajar bersama’ yang sudah saya jalani bersama teman-teman relawan, saya ingin memperkenalkan sedikit mengenai diri saya, karena tak kenal maka ta’arufan, nama saya Astuti, biasa dipanggil Uthi. Umur 21 tahun, kota kelahiran saya lahir di Kolaka Utara, tepatnya di Desa Ponggi, dimana disana masyarakatnya sangat ramah. Kini saya berstatus mahasiswi disalah satu Universitas di Makassar tepatnya di Universitas Muhammadiyah Makassar, jurusan Pendidikan Fisika. Topik yang saya bahas lain dari pada yang lain, tapi bukan dunia lain. Ini adalah sepotong cerita singkat namun sangat bermakna bagi saya yakni sebuah perjalanan seorang relawan. Semoga apa yang saya tulis ini bisa memberi inspirasi baru kepada teman-teman semua yang telah nekat untuk membaca tulisanku.

Awal ketertarikan saya begabung dalam Komunitas Koin Untuk Negeri, Sekolah Jejak Nusantara. Mendengar cerita dari teman saya tentang pengalamannya di Komunitas Koin Untuk Negeri, dari cerita itu saya sudah dapat membayangkan bagaimana kondisi pendidikan yg ada di pelosok tersebut dimana adek-adek sangat membutuhkan tenaga kita. Tanpa berfikir panjang, tanpa basa- basi, saya berminat untuk bergabung, tetapi karena waktu yang tidak mendukung terpaksa saya menunggu untuk mendaftar di lain waktu, dan akhirnya Allah SWT memberikan saya kesempatan untuk mendaftar di Komunitas Koin Untuk Negeri. Tepatnya menjadi relawan angkatan ke v.

Seteleh mengisi formulir lewat online, sayapun menunggu informasi dari kakak-kakak. Keesokan harinya beberapa teman-teman chat katanya ” Uthi..saya dapat sms sya dinyatakan LULUS”, sedikit termenung sekaligus sedih, timbul difikiranku, “ kenapa saya tidak dapat sms dari kakak-kakak?? Sedangkan beberapa teman yg lain mendapatkan sms LULUS, mungkin saya tidak lulus”. Cek per cek, ternyata ada kesalahan nomor telpon kurang satu angka :-D, mungkin itu sebabnya saya tidak dapat sms.

Akhirnya saya coba membuka webnya (www.koinuntuknegeri.org). Dan alhamdulillah saya juga dinyatakan lulus, tetapi bukan berarti sampai disitu saja, sayapun mulai mengikuti meet up 1 dimana meet up 1 yaitu tes interfiu atau boleh juga tes wawancara, dan sekaligus perkenalan. Satu- persatu teman-teman yang lulus dan mengikuti meet up 1 sudah dipanggil untuk tes wawancara, nah.. akhirnya giliran saya yang dipanggil aslinya deg-degan bercampur grogi.

Setelah mengikuti meet up 1, selanjutnya ada meet up 2 disini kami dibagi dalam kelompok, namanya kelas literasi, kelas alam, kelas kreatifitas, dan kelas inspirasi, saya termasuk dalam kelompok kelas literasi. Setelah mengikuti meet up 1 dan 2, ada tahap terakhir yaitu tahap pemantapan sekaligus informasi tentang pemberangkatan esoknya ke Dususn Bara, sebelum ikut tahap pemantapan, semangat saya down dan bahkan berfikir untuk tidak mengikuti tahap terakhir dan berangkat ke Dusun Bara, karena ada sesuatu hal sehingga saya berfikir seperti itu. Tetapi atas kehendak Allah SWT, masalah itu dikalahkan oleh niat dan semangat yg kuat, dukungan, nasehat, dari teman-teman serta wali kelas literasi sayapun mengikuti tahap pemantapan dan berangkat ke Dusun Bara.
Untuk mencapai Dusun Bara, Desa Bonto Somba, kec. Tompo Bulu Kab. Maros Prov. Sul-Sel tidaklah mudah. Dari Makassar, kita harus menempuh perjalanan kurang lebih 7 jam dengan kondisi jalanan batu-batu dan menanjak melewati pegunungan.

Dalam perjalanan bermotor kurang lebih 3 jam sampai di rumah kakak Jannah(termasuk salah satu Guru disekolah Dusun Bara), sekalian istirahat dan Sholat Dzuhur, setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami ke Dusun Bara dengan berjalan kaki, kurang lebih 4 jam, mendaki bukit hutan, melewati beberapa sungai kecil, setelah melewati itu barulah terdapat rumah satu-persatu setelah itu kembali mendaki bukit terjal, melewati jembatan goyang yang panjang, dibawahnya sungai yang airnya berwarna hijau, dalam perjalanan yang panjang cukup melelahkan, ditambah lagi tas yang dibawah berat , tetapi itu tidak mematahkan semangat saya untuk sampai ke Dusun Bara, karena teman-teman yang ceria, penuh semangat bernyanyi, membuat saya bertambah semangat untuk berjalan, dalam perjalanan ada hikma yang dapat diambil, saling berbagi dan saling membantu, bahkan air sebotol minum berdua, tapi saat itu air yang didalam botol habis, sungguh pertolongan Allah SWT, sehingga kami mendapatkan sungai kecil yang airnya jernih, disitulah kami mengambil sedikit air dan memasukkannya kedalam botol tersebut, tak lupa pula kami beristirahat sejenak dan melanjutkan kembali perjalan ke Dusun Bara, gelap sudah menghampiri, matahari yang tadinya bersinar terang seakan-akan ikut ceria menemani langkah kami, perlahan-lahan hilang, dan malampun tiba. Sekitar kurang lebih jam 7 lewat kami tiba di Dusun Bara, dan tuan rumah menyambut kami dengan ramah.

Keesokan harinya, tepatnya pada kamis 17 Agustus 2017, kami relawan berangkat kesekolah untuk upacara bendera bersama siswa di Dusun Bara, untuk sampai kesekolah tersebut kita menempuh perjalanan kurang lebih 1 km dengan berjalan kaki, sesampainya disekolah saya tidak menyangka tentang sekolah tersebut, sarana-prasarana yang kurang memadai, bangunan sekolah yang hanya beralaskan tanah, dinding yang hanya terbuat dari atap seng, yang cuman mempunyai beberapa ruangan berpetak kecil, kursi dan meja yang seadanya, sedih rasanya melihat mereka yang tetap semangat meski memiliki sekolah yang jauh dari kesempurnaan. Adek-adek yang jauh dari perhatian, jauh dari lampu terang benderang tapi hati kalian terangnya luar biasa.

Setelah mengadakan upacara, kamipun pulang ke posko (rumah warga) bersama siwa-siwa tersebut untuk mengikuti beberapa lomba yang telah disediakan oleh relawan Komunitas Koin Untuk Negeri. Hari itu, meski melelahkan karena seluruh badan msih terasa sakit akibat perjalanan kemarin, tapi, terkalahkan oleh semangat adek-adek yang sangat ceria, senang, mengikuti lomba tersebut.
Hari jum’at pun tiba saatnya kelas kreatifitas dan kelas literasi masing-masing melaksanakan tugasnya, yaitu memberikan pengetahuan kepada adek-adek yang ada di sekolah. Senang rasanya bisa berbagi ilmu kepada adek-adek yang ada diDusun Bara, walaupun ilmu saya juga masih terbatas setidaknya saya bisa berbagi kepada adek-adek tentang apa yang saya dapatkan selama ini, semoga bermanfaat. Jam berganti jam, saya berbincang-bincang kepada salah-satu siswa. Bukan hal yang mudah bagi anak-anak dari Dusun Bara untuk mengenyam pendidikan, untuk mengejar tepat waktu, siswa tersebut harus berangkat pagi-pagi sekali karena jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, dengan kondisi jalan setapak yang medannya terbilang berat, mendaki bukit melewati jalan terjal dan becek sewaktu hujan. Miris rasanya mendengarkan cerita adek-adek dan melihat kondisi yang ada di Dusun Bara.

Masih kecil-kecil mereka sudah mempertaruhkan nyawanya demi mendaptkan ilmu, belum lagi ketika guru mereka datang mereka belajar, tetapi ketika tidak ada gurunya mereka hanya menyiram tanaman yang ada dihalaman sekolah. Sebagian siswa yang saya tanya, mereka hanya berbekal air minum saja padahal dari pagi sampai siang mereka berada disekolah, dan tidak ada penjual disekolah tersebut. Mereka sangat luar biasa, tidak ada kata lelah dalam kamus mereka demi bersekolah, saya sangat bangga dengan semangat dan tekad mereka. Saya banyak belajar dari adek-adek maupun masyarakat di Dusun Bara. Dan salah-satu pengalaman lucu yang mungkin tidak saya lupkan yaitu, antri di kamar mandi dan teman-teman yang ada diposko dua hehe.

Tepat di hari minggu kami, semua relawan siap-siap untuk pulang, tak lupa pula kami pamit keadek-adek beserta masyarakat Dusun Bara tentunya. Rasanya tak sanggup untuk meninggalkan Dusun Bara, salah seorang warga Dusun Bara mengatakan kepada saya “jangan pulang dulu” terasa sedih dan berat melangkahkan kaki untuk pulang, sampai tak tertahan air matapun jatuh.
Sebagian dari merekapun juga menangis, butiran air di mata mereka adalah cerminan kehadiran pengabdian relawan di dusun itu. Bagi mereka, melepas kalian pulang terasa seperti melepas sebuah harapan. Harapan itu terasa terbang dari genggaman mereka. Selama beberapa hari relawan mewakili semua, mewakili seluruh bangsa ini, hadir di Dusun Bara memberikan harapan buat saudara sebangsa. relawan tak minta penghormatan karena relawan tahu penghormatan itu bisa semu dan dipanggungkan. Relawan terhormat bukan karena penghormatan tapi karena relawan pilih sebuah langkah yang penuh kehormatan. Sekecil apapun peran itu menurut relawan, relawan telah pilih langkah terhormat. Tiap kita bangun pagi dan menyongsong tugas baru maka lihatlah foto itu dan ingatlah bahwa apapun yang kita kerjakan nanti, yang serba sulit, yang serba berat adalah untuk meneruskan harapan mereka.

Ingat lambaian tangan di tepi jalan, didepan rumah mereka. Lambaian cinta tulus memancarkan harapan buat kita untuk tetap berjuang demi masa depan semua. Bayangkan kesuksesan relawan itu dibayar dengan peluk kuat anak-anak yang mencintaimu.
Seberat-beratnya tantanganmu, tantangan yang mereka hadapi dikampung sana sering lebih terjal, jalannya sering tanpa penunjuk arah. Kalian sudah rasakan bagaimana sebuah karya betapapun kecilnya bisa menggulirkan perubahan. Songsong dan rasakan perubahan itu di arena-arena besar. Jelajahi jalan baru yang mendaki, jangan pilih jalan yang datar atau jalan yang turun. Jalan datar itu nyaman dijalani, jalan menurun itu ringan dilewati.

Sesungguhnya melalui jalan mendaki itulah kita bisa mencapai puncak baru untuk mengumandangkan hati nurani, mengumandangkan pesan anak-anak dusun pelosok itu. Jalan mendaki itu bisa sempit dan bisa membuat kita tak leluasa bergerak tapi jalani dengan kesungguhan, ikhlas, dan sabar. Mendakilah terus, begitu sampai dipuncak kita akan leluasa bergerak.

Bermimpilah kawan, jangan terlalu pedulikan mereka yang mencemohmu akan mimpimu. Buktikan pada mereka, buktikan pada dunia, bahwa mimpimu bisa menjadi kenyataan. Kokohkan semangat berbagi dan peduli kita. Semua tahu, di dunia ini kita tidak bisa hidup sendiri. Seorang yang benar-benar tenaga pengajar, dia tidak akan memikirkan tentang seberapa besar gajinya, tetapi seorang pendidik adalah yang betul-betul mampu mengabdikan diri, ikhlas, dan sabar demi mengsukseskan, demi mewujudkan impian peserta didiknya. Seorang guru, tidak melihat seberapa besar gajinya, tetapi bagaimana supaya peserta didiknya (siswanya) mengerti, memahami, dan mengaplikasikanya tentang apa yg telah diajarkannya.
Saya sangat bersyukur karena diberikan kesempatan untuk bergabung menjadi relawan, menjadi bagian dari Komunitas Koin Untuk Negeri, karena Komunitas ini saya banyak belajar banyak hal dan bertambah bersyukur karena pengalaman yang telah dijalani. Mari kita berbagi dan peduli...

Dunia adalah sebuah buku, dan mereka yang tidak melakukan perjalanan hanya membaca satu halaman saja...







.






Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama